Jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka memiliki manfaat yang sama bagi kesehatan. Yang membedakan di antara ketiga jenis obat tradisional Indonesia itu adalah data pendukung atas manfaat obat, yaitu berdasarkan data empirik, data preklinik, atau data klinik.
Saat ini tercatat 6 fitofarmaka, 31 obat herbal terstandar, dan ribuan jamu terdaftar di BPOM.
Untuk menjadi obat herbal terstandar, obat tradisional harus memiliki bukti preklinik, yaitu sudah diujicobakan pengaruhnya pada hewan. Untuk menjadi fitofarmaka, harus memiliki bukti preklinik dan bukti klinik, yaitu uji coba pada manusia.
Bukti manfaat jamu didasarkan atas pengalaman masyarakat yang mengonsumsi turun-temurun. Jamu teruji ratusan tahun mampu memengaruhi dan menjaga kesehatan orang yang meminum. Khasiat jamu tidak perlu bukti uji preklinik dan uji klinik.
”Walau buktinya bersifat empirik, sudah ada standar penilaiannya” katanya. Penilaian itu, antara lain, berupa penerapan cara pembuatan obat tradisional yang baik dan cek terhadap kontaminasi mikroba.
Meski keamanan obat tradisional sudah dijamin, BPOM tetap memantau efek samping obat tradisional yang beredar di pasaran. Sebelum beredar, uji dampak penggunaan obat dilakukan pada responden yang kondisinya hampir sama. Ketika beredar di masyarakat, obat dikonsumsi masyarakat luas dengan kondisi fisik dan tingkat kesehatan yang beragam sehingga pengontrolan efek samping tetap harus dilakukan.
Dari pengawasan rutin yang dilakukan, BPOM masih sering menemukan jamu yang mengandung bahan kimia obat. Terbatasnya tenaga dan waktu pengawasan membuat peredaran jamu yang mengandung bahan kimia obat masih terjadi hingga kini.
Agar terhindar dari obat tradisional yang tidak aman, konsumen dapat mengecek nomor registrasi produk melalui situs BPOM ataupun menghubungi layanan pengaduan konsumen obat dan makanan di BPOM.
Secara terpisah, Guru Besar Ilmu Biologi Farmasi Universitas Gadjah Mada Wahyono mengatakan, kendala pengembangan jamu yang merupakan warisan bangsa adalah masih banyaknya kontradiksi dan keraguan sebagian praktisi kesehatan modern atas manfaatnya. Ini menuntut penelitian berkelanjutan untuk menemukan bukti ilmiah dari manfaat jamu yang melibatkan berbagai pihak.
Proses standardisasi jamu juga mendesak dilakukan, mulai dari proses penanaman, pemanenan, hingga produk akhirnya.
Baca Juga :
Baca Juga :
Sumber : Kompas
0 comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.