11 January, 2012

Kesanggupan Menghadapi Derita Dalam Dakwah

Saat menusia berada dalam tingkat kesesatan yang sangat jauh, maka ketika itu pula Nabi Ibrahim diutus oleh Allah Rabbul Alamin.

Tugas utama beliau adalah mengajak kaum beliau menegakkan amar ma'ruf nahi munkar. Beliau mengajak kaum di mana beliau diutus untuk meng-Esa-kan Allah Rabbul Alamin. Tetapi, kaumnya menolak ajakan yang beliau sampaikan dengan sikap yang sangat keras.

Bahkan mereka melemparkan Nabi Ibrahim as ke dalam api unggun, ingin membinasakan Nabi Ibrahim as. Setelah kenabian Nabi Ibrahim as berakhir, makin lama umat, kala itu semakin menyimpang dari jalan yang lurus. Mereka kembali mengagungkan dan menyembah patung-patung, serta mereka lebih condong kepada kehidupan duniawi dan segala sesuatu yagn bersifat materi.

Ketika manusia sedang berada dalam puncak kesesatan yagn jauh, maka di saat itulah Allah Rabbul Alamin mengutus Nabi Musa as, di negeri Mesir. Saat itu jiwa penduduk Mesir telah membatu, bahkan perasaan mereka terkesan keras dari batu. Nabi Musa as berusaha mengajak mereka ke jalan yang lurus. Nabi Musa as menegakkan tugas suci seorang Rasul, amar ma'ruf nahi munkar. Beliau dan Nabi Harus as - saudara beliau - mengajak kaum beliau ke jalan yang lurus dengan susah payah dan penuh dengan tantangan serta penderitaan. Kedua utusan Allah Rabbul Alamin itu, terus bersabar saat menyampaikan risalah kenabian yang mereka emban.

Tugas amar ma'ruf nahi munkar bukanlah perkara yagn mudah.Sehingga tidak sedikit para Nabi dan Rasul yang terbunuh, ketika mengajak kaum yang beliaul-beliau seru. Bhkan, tubuh dari Nabi Zakaria as diancam akan dibelah menjadi dua menggunakan gergaji besi, karena menanggung risalah yagn mesti beliau sampaikan. Demikian pula halnya dengan Nabi Yahya dan Nabi Isa as, kedua jiwa beliau itu terancam dibunuh ketika mengajak kaum-kaum beliau menegakkan amar ma'ruf nahi munkar.

Meskipun demikian, tantangan dan intimidasi yang dihadapi Muhammad Shallahu alaihi wassalam dari kaum beliau lebih berat daripada tantangan maupun intimidasi yang diterima oleh para Rasul sebelum beliau. Sehingga beliau shallahu alaihi wassalam, pernah bersabda kepad Aisyah ra.

"Aku telah mendapatkan tantangan dan intimidasi dari keaummu dengan sangat keras". (HR : Buhkhari).

Sikap kecewa akibat intimidasi dan permusuhan yang mesti dihadapi oleh para Nabi dan Rasul itu juga harus dihadapi oleh para da'i yang mengajak umat masing-masing ke jalan Allah Rabbul Alamin. Sehingga ada seorang da'i yang sempat bertutur, mengungkapkan isis hatinya atas berbagai derita yang dialaminya :

"Selama delapan puluh tahun lebih dai usiaku, belum pernah aku merasakan manisnya dunia sedikitpun. Sebab, aku senantiasa menghabiskan usiaku di berbagai medan peperangan dan penjara tawanan, baik di dalam maupun di luar negeri. Tidak satu penderitaan pun berupa siksaan yagn belum pernah aku alami.

Bahka aku pernah diperlakukan sebagai penjahat perang di dinas ketentaraan di dalam negeriku sendiri. Aku juga pernah dibubang di berbagai negara sebagai penjahat perang, dan aku pernah dilarang bergaul dengan orang lain (diasingkan) selama berbulan-bulan di dalam penjara khusus di negeriku sendiri.

Aku pernah diracun berulangkali, dan dihinakan dengan berbagai hinaan yang sangat keji. Sampai-sampai muncul suatu waktu aku lebih banyak berharap kematian daripada hidup yang terus-menerus tersiksa.

Andaikata agamaku tidak melarangku melakukan bunuh diri, pasti aku sudah membunuh diriku sendiri. Sebab, kematian bagiku pada waktu itu, lebih aku sukai daripada kehidupan yagn penuh dengan siksaan dan penderitaan".

Ungkapan yang tergambar jelas begitu sangat luar biasa diatas tidak lain hanyalah suatu bentuk keluhan dan kekecewaan perasaan yang keluar dari seorang yang qalbunya terkoyak-koyak disebabkan oleh adanya siksaan dari masyarakat di sekililingnya ketika ia mengajak mereka untuk menegakkan amar ma'ruf dan nahi munkar.

Betapa beratnya tugas dakwah yang dijalankan para Nabi dan Rasul, sejak Nabi Adam as sampai kepada Rasulullah shallahu alaihi wassalam. Tugas menegakkan dakwah, dan amar ma'ruf nahi munkar sangat berat, dan memerlukan jiwa-jiwa yang sangat ikhlas dan sabar. Sanggung menanggung beban yang amat berat.

Perlu diketahui bahwa siapa saja yang merelakan dirinya untuk mengemban tugas suci ini, hendaknya ia senantiasa menjaga diri untuk tetap bersikap istiqomah (konsisten). Sebab tuga suci ini memerlukan pribadi-pribadi yang teguh dan istiomah dalam menjalankan tugasnya. Bukan orang-orang yang mencari kehidupan dunia. Menukar ayat dengan kehidupan dunia, yang sangat sedikit itu.

Dengan kata lain, setiap mukmin sebenarnya mendapatkan tugas untuk memenuhi kewajiban yagn utama ini, menegakkan amar ma'ruf nahi munkar, agar keimanan didasar sanubari masing-masing senantiasa terpelihara. Karena, kaitan amalan dimaksud dengna keimanan seorang hamba sangatlah erat. Oleh karena itu, eksistensi setiap individu atau pun kelompok tidak akan pernah kekal, kecuali jika ia bersedia menegakkan amar ma'ruf nahi munkar.

Sesungguhnya rahasia keberadaan seorang mukmin dan syarat kekalnya ia sebagai seorang mukmin adalah menjalankan perintah untuk menyuruh yang baik dan mencegah yang bernilai munkar. Seorang mukmin tidak boleh diam saja, apabila melihat suatu bentuk kemunkaran terjadi. Seorang mukmin tidak seharusnya menilai kehidupan lebih mulai dari pada kematian.

Setiap mukmin harus menegakkan amar ma'ruf nahi munkar seperti yang pernah dilakukan oleh para sahabat, dan mereka menganggap tugas amar ma'ruf nahi munkar menjadi tugas yang sangat mulia. Sebab itulah setiap sahabat tidak pernah dalam hidup mereka berhenti sesaat pun untuk menengakkan amar ma'ruf nahi munkar.

Setiap mukmin hendaknya selalu menyandarkan dirinya kepada Allah Ta'ala dalam menegakkan amar ma'ruf nahi munkar, serta memohon perlindungan kepada Allah Azza Wa Jalla, saat menegakkan amar ma'ruf nahi munkardi tengah-tengah umat.

Hendaknya setiap mukmin senantiasa mengorbankan segala apa yang menjadi milikinya untuk menegakkan amar ma'ruf nahi munkar. Sebab, amalan ini membentuk kehidupan tersendiri bagi kualitas diri seorang mukmin. Setiap mukmin yang menjadikan iman dan dakwah sebagai sumber amalan di dalam hidupnya, maka ia termasuk seorang yang menjaga lima perkara berikut ini, yaitu : "Agama, fungsi akal, keturunan, harta dan jiwanya".

Di zaman ini, untaian kata para da'i, tak ada lagi "atsarnya" (bekasnya), ibaratnya seperti membuang garam di tengah laut. Mereka, para da'i nampak di telivisi, di tengah umat, di majelis taklim, dan diberbagi forum, seperti tak ada bekasnya. Sia-sia. Seperti suara di tengah padang pasir.

Karena, para penyeru agama itu (da'i), sudah memiliki motive, dan kepentingan duniawi. Mereka bukan orang-orang yang ikhlas, tetapi para pengejar dunia, dan menjadikan dunia tambatan kehidupan mereka, dan hanya menggunakan agama sebagai kuda "tunggangan" mereka untuk mendapatkan dunia.

Tak heran umat semakin jauh dari hidayah agama (Islam). Sementara itu, kesesatan, kedurhakaan, kemaksiatan, serta berbagai ragam dosa terus bertambah. Karena da'inya, bukan orang-orang yang ingin benar-benar menegakkan amar ma'ruf nahi munkar. Wallahu'alam.






Sumber : Eramuslim

2 comments:

  1. something interesting ... appropriate for us as Muslims musings ....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Direnungkan dan mencoba dilakukan ya Bang..

      Thx..

      Delete

Note: Only a member of this blog may post a comment.