16 January, 2012

Teladan Zuhud Nabi SAW dan Sahabat

Kesederhanaan adalah ciri khas kehidupan Nabi Muhammad Saw. Beliau mengatakan, kemiskinan adalah hadiah bagi seorang mukmin.
”Rabku telah menawarkan kepadaku untuk mengubah bukit-bukit di Mekah menjadi emas, tetapi aku menengadahkan tangan kepada-Nya sambil berkata: ’Ya Allah, aku lebih suka sehari kenyang dan lapar pada hari berikutnya agar aku dapat mengingat-Mu tatkala sedang lapar dan memuji-Mu serta mensyukuri nikmat Mu tatkala sedang kenyang’” (HR. Tirmidzi).
Suatu ketika, Nabi Saw telah bersumpah akan berpisah dengan istri-istrinya selama satu bulan sebagai peringatan bagi mereka. Selama sebulan, beliau tinggal seorang diri dalam sebuah kamar yang sederhana yang letaknya agak tinggi. Terdengar oleh para sahabat, Nabi telah menceraikan para istrinya. Ketika Umar bin Khathab mendengar berita itu, ia segera berlari ke masjid. Setibanya di sana ia melihat para sahabat sedang duduk termenung. Mereka tampak sedih dan menangis.


Umar menemui Nabi Saw. Ketika Umar masuk, ia menjumpai Nabi sedang berbaring di atas sehelai tikar yang terbuat dari daun kurma sehingga badan beliau yang putih bersih itu terlihat jelas ada bekas daun tersebut. Di situ ada sebuah bantal yang terbuat dari kulit binatang. Umar mengucapkan salam kemudian bertanya: ”Apakah engkau menceraikan istri-istrimu? ” Nabi menjawab: ”Tidak ”.

Umar memperhatikan kamar yang ditempati Nabi itu. Terlihat tiga lembar kulit binatang yang telah disamak dan sedikit gandum. Nabi bertanya, “Mengapa engkau menangis? “
Umar menjawab, “Bagaimana aku tidak menangis, ya Rasulallah, aku sedih melihat bekas tikar yang engkau tiduri di badanmu yang mulia dan aku prihatin melihat kamar ini. Ya Rasulullah, berdo’alah, semoga Allah mengaruniakan kepada tuan bekal yang lebih banyak. Orang-orang Persi dan Romawi tidak beragama, tetapi mereka hidup mewah. Mereka tinggal di taman yang di tengah-tengahnya mengalir sungai sedangkan engkau adalah pesuruh Allah tetapi hidup dalam keadaan miskin “

Rasulullah Saw bersabda: “ Wahai Umar, sepertinya engkau masih ragu dalam hal ini, dengarlah, kenikmatan di alam akhirat nanti lebih jauh lebih baik daripada kesenangan hidup mewah di dunia ini“.
Mendengar perkataan Rasulullah itu, Umar menyesal lalu berkata, “Ya Rasulallah, memohonlah kepada Allah untukku, aku telah bersalah dalam hal ini.“

SESEORANG bertanya kepada Siti Aisyah mengenai tempat tidur Nabi Saw. Aisya menjawab, “Bantalnya terbuat dari kulit binatang yang diisi dengan kulit pohon kurma ”. Pertanyaan yang sama dikemukakan kepada Hafsah. Dia menjawab: “Tikarnya terbuat dari sehelai kain yang dilipat dua. Pada suatu hari untuk memberikan kenyamanan kepada Nabi aku telah menghampar kain itu berlipat empat. Keesokan harinya Nabi bertanya tentang yang dilakukan Hafsah itu. Hafsah menjawab, ia tidur empuk karena dihamparkan kain yang terlipat empat. Lantas beliau bersabda agar dilipat dua saja sebab kenyamanan seperti itu akan menghalanginya shalat tahajud.

Suatu hari, Abu Hurairah membersihkan hidungnya dengan sehelai sapu tangan yang bagus. Lalu ia berbicara seorang diri: “Ah, lihatlah Abu Hurairah, sekarang ia membersihkan hidungnya dengan sapu tangan yang bagus. Padahal aku masih ingat keadaanku dulu, ketika aku jatuh pingsan di antara mimbar dan rumah Nabi, orang-orang mengira aku gila sehingga mereka memijit-mijitku, padahal aku sedang kelaparan.”

Abu Bakar adalah sorang pedagang kain. Ia setiap hari kepasar. Ketika beliau diangkat menjadi khalifah, ia tetap pergi ke pasar untuk berjualan. Suatu hari, di tengah perjalanan ia bertemu dengan Umar. Umar bertanya: “Hai Abu Bakar, mau kemana engkau? ”
“Ke pasar, ” jawab Abu Bakar. Kata Umar, “Jika engkau sibuk dengan perdanganganmu, lantas bagaimana urusan pemerintahan? ” Abu Bakar menjawab, “Bagaimana aku menafkahi anak dan istriku ?”
Umar menjawab, “Mari kita menemui Abu ‘Ubaydah yang diberi oleh Rasulullah gelar Aminullummah (orang kepercayaan umat). Ia akan menetapkan bagimu gaji dari Baitul Mal. ”
Pada suatu hari, istri Abu Bakar ingin makan manisan. Kata Abu Bakar, ”Aku tidak punya uang untuk membelinya.”  Istrinya berkata, ”Kalau setuju aku akan menyisihkan sedikit uang dari pembelanjaan setiap hari, sehingga dalam beberapa hari uang akan terkumpul ”. Abu Bakar menyetujuinya.

Istrinya telah menyisihkan uang sedikit demi sedikit, sehingga dalam beberapa hari uang itu telah terkumpul. Istrinya menyerahkan uang itu kepada Abu Bakar untuk dibelikan manisan. Abu Bakar berkata: ”Dari pengalaman ini aku tahu sekarang bahwa kita mendapatkan gaji yang berlebihan dari baitulmal”.
Oleh karena itu, uang yang dikumpulkan itu harus dikembalikan ke Baitulmal dan ia mengurangi gajinya untuk selanjutnya sebanyak uang yang terkumpul tadi.
UMAR bin Khatab juga mencari uang dengan berdagang. Ketika ia diangkat menjadi khalifah, ditetapkan untuknya uang tunjangan dari Baitulmal. Ia mengumpulkan rakyatnya di Madinah, lalu berkata kepada mereka. “Dahulu aku berdagang, sekarang kalian memberiku kesibukan mengurusi pemerintahan, karena itu bagaimana sekarang aku memenuhi kebutuhan hidupku? “
Berbagai usul disampaikan tentang jumlah uang yang akan diberikan kepada Umar, tetapi Ali bin Abi Thalib diam saja. Umar kemudian bertanya kepadanya. “Bagaimana pendapatmu, wahai Ali ?“ Ali menjawab, “Ambillah uang sekadar mencukupi keperluan keluargamu”. Dengan senang hati, Umar menerimah pendapat Ali. Akhirnya uang tunjangan untuk Umar ditetapkan sebanyak itu.
Setelah kejadian itu, beberapa hari kemudian, beberapa orang sahabat termasuk Ali, Usman, Zubair, dan Thalhah berkumpul dalam suatu majelis untuk mengusulkan agar uang tunjangan Umar ditambah, karena sepertinya tunjangan itu terlalu kecil. Tetapi tidak seorang pun diantara mereka yang berani menyampaikan usul itu kepada Umar. Akhirnya mereka menemui Hafsah (putri Umar) untuk meminta persetujuan.
Ketika usul itu disampaikanHafsah kepada Umar, maka tampaklah kesan kemarahan di wajah Umar dan ia bertanya, ”Siapakah yang telah mengajukann usul itu?” Hafsah berkata, ”Berilahkan dulu pendapat ayah.”

Umar berkata, ”Seandainya aku tahu nama-nama mereka, niscaya akan aku pukul wajah mereka. Wahai Hafsah ceritakan kepadaku, pakaian Nabi Saw yang paling baik yang ada di rumahmu”. Putrinya menjawab, ” Beliau memiliki sepasang pakaian berwarna merah yang dipakai pada hari Jum’at dan ketika menerimah tamu ”.
Umar bertanya lagi, ”Makanan apakah yang paling lezat yang pernah dimakan oleh Rasulullah di rumah?”. Hafsah menjawab, ” Roti yang terbuat dari tepung kasar yang dicelupkan kedalam minyak. Pada suatu hari aku mengolesi roti itu dengan mentega dari kaleng yang hampir kosong. Beliau memakannya dengan peuh nikmat dan juga membagi-bagikannya kepada orang lain”.

Umar bertanya lagi, ”Apa alas tidur yang paling baik yang pernah digunakan Rasulullah Saw di rumahmu?” .  Hafsah menjawab, ”Sehelai kain tebal yang pada musim panas, kain itu dilipat empat dan pada musim dingin dilipat dua, separuh dijadikan alas tidurnya, separuh dijadikan selimut. 
Umar berkata:
”Sekarang pergilah, katakan kepada mereka, Rasulullah telah mencontohkan pola hidup dan merasa cukup dengan apa yang ada demi mendapatkan akhirat. Aku juga mengikuti beliau, juga mengikuti  Abu Bakar. Kami bertiga bagaikan musafir yang menempuh jalan yang sama. Musafir pertama telah sampai di tempat yang ditujuhnya dengan membawa perbekalannya. Demikian pula yang kedua telah mengikuti jejak langkah yang pertama dan juga telah sampai ke tujuannya. Yang ketiga sekarang sedang memulai perjalanan. Kalau saya mengikuti jejak langkah keduanya, maka aku akan bertemu dengan keduanya, jika tidak, maka aku tidak akan pernah sampai di tempat mereka.”



0 comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.