16 December, 2011

6 Pelajaran Ngeblog di Kompasiana Selama 2011

TAHUN 2011 tinggal menghitung hari, begitu juga kanal ‘Blogshoptips’. Selama lebih dari enam bulan terakhir, ketika memutuskan untuk secara rutin beraktifitas di Kompasiana, saya mendapatkan banyak sekali pelajaran ngeblog. Baik berdasarkan pengalaman pribadi maupun yang diserap dari sejumlah tulisan yang diungkap teman-teman.
Secara umum ada 6 pelajaran ngeblog di Kompasiana yang saya pelajari dalam beberapa bulan terakhir. Pelajaran yang sangat penting terutama sebagai bekal dalam beraktifitas di blog keroyokan ini di tahun 2012 mendatang.
Pelajaran apa saja itu?

1. Jadi diri sendiri
Di Kompasiana Anda bisa menemui berbagai tipe dan gaya penulisan. Ada yang serius, ada yang amat sangat serius, ada yang nyantai, ada yang seenaknya, ada yang lucu, ada yang terlalu lucu, ada yang berputar-putar, ada yang to the point, ada yang sinis dan tajam, ada yang gak dimengerti dan banyak lagi.
Banyaknya gaya penulisan, terutama yang menjadi ‘trade mark’ sejumlah Kompasianer langganan HL, bisa menjadi inspirasi. Makanya, sepanjang yang saya amati, banyak Kompasianer yang mencoba meniru gaya menulis orang lain. Sebagai bagian dari eksperimen, saya pikir itu tidak masalah. Namun menjadi peniru tidak selamanya positif, karena Anda hanya akan berada dalam bayang-bayang. Yang terbaik, menurut saya, adalah mencoba mencari gaya dan ciri khas sendiri. Jika konsisten dengan gaya yang sesuai dengan karakter, lama-kelamaan pembaca akan terbiasa, dan bukan tidak mungkin menjadi ‘ketagihan’.
Saya pribadi, ketika mulai menulis, sengaja meniru gaya menulis Arswendo Atmowiloto, penulis favorit saya. Saya suka gaya menulis mas Wendo yang lugas, nyantai, dan terkadang nakal. Namun akhirnya saya memutuskan untuk menulis dengan gaya yang saya suka. Kadang serius, kadang nyantai.
2. Tulis yang disukai
Menulis tema yang disukai merupakan kunci dalam ngeblog. Banyak Kompasianer yang gagal menghasilkan tulisan yang menggigit karena memaksakan diri menulis topik yang sebenarnya tidak mereka suka. Mereka memaksakan diri karena topik itu sedang tren. Jika memaksakan diri menulis topik yang tidak disukai, itu akan terasa oleh pembaca. Tulisan menjadi kering dan tidak menarik.
Saya sendiri hanya menulis topik yang saya suka. Menulis topik yang disenangi membuat saya enjoy. Bergairah dan bersemangat. Karena itu ketika banyak teman yang ramai-ramai menulis topik terkait Sondang atau Nunun, misalnya, saya tidak ikut-ikutan. Karena saya memang tidak tertarik dengan hal itu.
Tapi tentu saja menulis topik yang tidak disukai itu bukan sesuatu yang salah. Ada saat tertentu di mana kita ‘terpaksa’ menulis tema yang tidak kita senangi. Misalnya jika menjadi peserta kontes ngeblog yang temanya ditentukan panitia. Untuk hal ini kita harus pandai-pandai meramu agar tulisan itu menjadi hidup. Salah satu cara adalah dengan menambahkan sejumlah data statistik yang bisa memperkaya tulisan.
3. Tulis sesuai kebutuhan
Saya adalah penganut faham ‘menulis sependek mungkin’. Saya tidak suka berpanjang kata jika bisa dipersingkat. Namun di Kompasiana ini saya mendapatkan pelajaran baru. Bahwa panjang-pendeknya sebuah tulisan itu tergantung kebutuhan. Ada tema tulisan tertentu yang memerlukan penjelasan panjang lebar. Ada topik tertentu yang bisa dijelaskan hanya dengan tiga alinea.
Tantangan menulis panjang adalah bagaimana menghipnotis pembaca agar mau melahap kata demi kata hingga titik terakhir. Saya kerap menemukan tulisan panjang yang bikin capek sehingga saya memutuskan untuk meng-scan saja. Saya tidak ingin hal seperti itu terjadi pada tulisan yang saya buat.
4. Berkomentar itu penting
Kelebihan blog adalah tersedianya fasilitas komentar. Di Kompasiana, fasilitas komentar sangat penting karena menjadi media untuk berinteraksi dengan sesama teman. Sejauh ini tak ada aturan baku bagaimana sebaiknya kita berkomentar. Namun berdasarkan yang saya amati, komentar yang sopan dan simpatik lebih disukai. Komentar yang bernada arogan, emosional apalagi yang mau menang sendiri hanya akan mengundang antipati. Saat berkomentarlah tingkat kedewasaan seseorang akan terlihat.
5. Menulis fiksi itu asyik
Blog bisa diisi apa saja. Termasuk fiksi. Di Kompasiana banyak penulis fiksi kelas satu. Saya, baik sendiri maupun bersama daunilalang, mencoba ikut menulis fiksi dengan genre cerita silat. Dan ternyata menulis fiksi itu asyik. Dengan fiksi kita bisa menciptakan dunia sendiri. Bisa mengeksploitasi imajinasi tanpa batas.
Saya juga senang karena beberapa teman mulai mencoba menulis fiksi, seperti Gusti Bob. Jika sudah terbiasa menulis non fiksi, maka menulis fiksi akan lebih mudah. Karena kita hanya perlu memberikan sedikit bumbu yang namanya imajinasi.
6. Siap dipuji, dikritik dan dicaci
Salah satu syarat menjadi Kompasianer adalah kesiapan mental. Siap untuk dipuji, dikritik termasuk dicaci. Di Kompasiana, pujian relatif mudah didapat. Rata-rata Kompasianer tidak pelit melontarkan pujian, sebagian tulus sebagian lagi basa-basi yang sudah basi. Tak dipungkiri, dipuji itu menyenangkan. Namun pujian juga bisa menjadi ‘racun’, terutama jika tidak dilihat secara proporsional. Pujian bisa membuat seseorang besar kepala, dan malas belajar dan meningkatkan diri, karena merasa diri ‘hebat’.
Di Kompasiana, banyak Kompasianer yang siap dipuji namun tidak siap dikritik. Banyak yang berbunga-bunga ketika dikomentari “wah tulisannya keren abiiis’ dan langsung meradang dan naik pitam jika ada yang berkomentar “sorry, sesungguhnya tulisan ini gak bermutu, karena bla…bla…bla”. Padahal, kritik itu perlu untuk pengembangan kualitas. Kritik, seberapapun pedasnya, harus dilihat dari sisi positif bahwa masih ada yang perlu diperbaiki.
Yang juga rentan menimpa Kompasianer adalah caci-maki. Banyak Kompasianer yang ’stress’ setelah dicaci melalui komentar. Biasanya caci-maki terjadi ketika ada debat berkepanjangan yang tak berujung. Beberapa pihak yang tak bisa menanggapi substansi persoalan biasanya memilih cara paling mudah: mencaci dan menyerang pribadi.
Apa yang harus dilakukan jika suatu ketika dicaci? Pengalaman saya, tanggapi dengan tenang. Atau balas dalam bentuk canda. Jika tak mempan juga, ya tinggalkan saja tulisan atau lapak itu dan jangan terprovokasi. Banyak hal positif yang bisa dilakukan dibanding terlibat dalam debat berkepanjangan yang emosional.
***
Sesungguhnya banyak pelajaran ngeblog yang saya petik dari Kompasiana. Namun untuk sementara ini saja dulu, supaya gak terlalu panjang, hehehe
Pelajaran ngeblog apa yang Anda pelajari di Kompasiana sepanjang tahun 2011 ini?
Salam,



Ditulis Oleh : Suka Ngeblog

0 comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.